1. DODO
Dodo(Raphus cucullatus), punahnya tragis
Dodo berasal dari Mauritius. Dodo bergerak lamban dan cukup jinak, sifat yang sebenarnyatidak begitu bagus untuk bisa bertahan hidup. Dagingnya tidak enak bila dimakan dan mempunyai hubungan jauh dengan famili burung merpati. Ia diperkirakan mempunyai ketinggian 70 cm dan lebar yang hampir sama dari paruh sampai buntut. Dodo adalah jenis burung yang tidak dapat terbang. Oleh karena itu, ia meletakkan telurnya di tanah. Tak heran bila telurnya banyak dimakan hewan yang dibawa oleh manusia di abad ke-17 ke pulau Mauritius, seperti babi, anjing, dan kedelai. Dalam waktu yang waktu 70 tahun setelah orang Eropa pertama kali menginjakkan kaki di Mauritius, Dodo menjadi punah. Dodo diperkirakan punah di tahun 1693. Nasib tragis dodo tidak berhenti sampai begitu saja. Di tahun 1755, direktur Museum Ashmolean di Oxford memerintahkan untuk membakar eksemplar dodo di museum karena tampangnya semakin jelek. Ini keputusan yang cukup mengagetkan karena eksemplar ini adalah satu-satunya yang ada. Seorang pekerja museum yang tidak setuju dengan keputusan ini mencoba menyelamatkan eksemplar dodo dari bakar api. Sayangnya, ia hanya berhasil menyelamatkan kepala dan sebagian dari kakinya. Akibat dari keputusan yang bodoh ini, kita tidak tahu dengan pasti bagaimana rupa dodo. Juga kita tidak tahu bagaimana ia berkembang biak, makannya apa, suaranya, dan lain-lain. Kita juga tidak mmempunyai satupun eksemplar dari telurnya. Informasi mengenai dodo sangat sedikit. Hanya informasi yang tidak pasti dari pelaut-pelaut dan beberapa lukisan dodo hasil interpretasi pelukisnya. Tak heran Hugh Edwin Strickland, seorang naturalis Inggris, mempunyai komentar ironis mengenai dodo: "Kita mempunyai eksemplar yang lebih lengkap dari sauropoda (suatu jenis dinosaurus) dibandingkan dodo, seekior burung yang hidup di zaman modern dan yang hanya punya satu tuntutan dari manusia: untuk dibiarkan hidup dengan tenang."
2. BURUNG KECIL DARI PULAU STEPHEN, SELANDIA BARU
Burung kecil dari pulau Stpehen (Xenicus lyalli), punah karena kebodohon manusia
Kepunahan burung ini memberikan contoh bahwa penyebab kepunahan tidak hanya akibat dari kekejaman manusia, tapi juga kebodohoan. Di tahun 1894, sebuah mercu suar dibangun di pulau Stephen, pulau yang terisolasi berada di selat antara pulau Utara dan Selatan Selandia Baru. Sebelumnya, pulau ini belum pernah diinjak oleh manusia. Penunggu mercu suar itu, bernama David Lyall, mempunyai seekor kucing yang sering membunuh dan membawa burung-burung kecil ke majikannya itu. David Lyall, penghuni satu-satunya dari pulau Stephen, mengirimkan suatu eksemplar ke museum di Wellington. Direktur museum ini sangat senang, karena burung kecil ini adalah satu-satunya contoh dari burung kecil yang bisa berkicau dan tidak dapat terbang. Dengan tergesa-gesa ia pergi ke pulau Stephen. Sesampainya dia disana, ternyata kucing itu telah membunuh semua burung kecil yang ada di pulau itu. Binatang ini menjadi terkenal karena kepunahannya diakibatkan oleh seekor makhluk hidup saja, yaitu kucing. Burung kecil ini berburu pada waktu malam, tidak bisa terbang dan memakan seranga. Burung ini sangat kecil; paruhnya berukuran 14mm, sayapnya mempunyai kepanjangan 46-49 mm, dan ekornya 17mm. Jenis jantan sedikit lebih besar dari jenis betina. Hasil studi arkeologi menunjukkan bahwa burung ini hidup di daratan besar Selandia Baru di zaman dulu. Kemungkinan besar, populasi burung ini punah di daratan besar akibat kedatangan tikus yang dibawa orang Maori. Hanya sedikit populasi tersisa dari burung ini yang berdiam di pulau Stephen. Sayangnya, burung ini punah juga di tahun 1894.
3. ELANG HAAST
Elang Haast betina memiliki berat 10 hingga 15 kg, dan yang jantan memiliki berat 9 sampai 10 kg.Kebanyakan dari mereka memiliki rentang sayap kasar 2.6 hingga 3 m, yang pendek untuk berat burung elang (elang emas terbesar dan Elang laut Steller yang memiliki rentang sayap yang hampir sama panjangnya), namun yang membantu mereka ketika berburu di hutan lebat Selandia Baru. Elang Haast kadang-kadang digambarkan sebagai evolusi dari burung yang tidak dapat terbang, namun ini tidak benar; melainkan, binatang itu memunculkan suatu kekerabatan dari gaya nenek moyangnya yang terbang meluncur dan menuju muatan sayap yang lebih tinggi dan manuverabilitas. Kaki yang kuat dan otot terbang raksasa memungkinkan burung-burung ini untuk lepas landas dengan diawali lompatan dari landasan, disamping beratnya yang menakjubkan. Ekornya hampir dipastikan panjang (lebih dari 50 cm, untuk spesimen betina) dan sangat lebar, yang meningkatkan manuverabilitas dan menyediakan tambahan berat. Total lebar mungkin lebih dari 1.4 m untuk betina, dengan tinggi berdiri sekitar 90 cm atau lebih. Elang Haast memburu secara luas, burung yang tidak dapat terbang, seperti moa yang lebih dari 15 kali beratnya. Binatang ini menyerang pada kecepatan lebih dari 80 km per jam, yang sering menangkap tulang pinggul mangsanya dengan kuku-kukunya satu kaki dan membunuh dengan sebuah pukulan terhadap kepala atau leher dengan yang lainnya. Paruhnya yang besar digunakan untuk menyobak organ dalam dan mati karena kehabisan darah. Dalam ketidakmunculan predator besar lain atau Pemakan bangkai, Elang Haast dapat dengan mudah memonopoli sebuah area luas untuk membunuh sejumlah setiap harinya.
4. EMU TASMANIA
Emu Tasmania (Dromaius novaehollandiae diemenensis) adalah subspesies Emu yang telah punah. Binatang ini ditemukan di Tasmania dimana binatang ini terisolasi selama Pleistocene Akhir. Sebagai pertentangan terhadap takson emu pulau lain, Emu Pulau King dan Emu Pulau Kangguru, populasi di Tasmania cukup besar, yang berarti bahwa di sana tidak ada tanda penyebab ukuran populasi kecil sebagai dua lainnya yang terisolasi. Walau begitu, Emu Tasmania tidak memiliki kemajuan langsung dimana jenis ini dapat dipertimbangkan spesies yang jelas, dan bahkan statusnya sebagai subspesies jelas tidak secara keseluruhan disetujui sebagai binatang ini disetujui dengan unggas daratan pada pengukuran dan karakter luar yang digunakan untuk membedakan binatang ini - warna keputihan sebagai ganti hitam pada leher dan kerongkongan dan bagian leher yang tak berbulu - kelihatannya juga ditampilkan, sekalipun langka, dalam beberapa burung darat. Saat ini, binatang ini kelihatannya hanya diketahui dari tulang subfosil, kulit yang pernah hidup sekali telah hilang.
5. MERPATI PENUMPANG
Merpati penumpang (
Ectopistes migratorius) adalah spesies
merpati yang merupakan salah satu burung yang paling umum di
Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa terdapat 5 milyar merpati penumpang di
Amerika Serikat ketika
Eropa mengkolonisasi Amerika Utara.
Mereka hidup pada kumpulan besar, dan selama migrasi, mereka dapat terlihat, membutuhkan beberapa hari untuk melewati dan membawa milyaran burung. Setelah abad ke-19, spesies ini menjadi salah satu burung yang hampir punah.
Berkurangnya populasinya disebabkan oleh hilangnya habitat ketika orang Eropa mulai memasuki daerah dalam. Namun, akibat utama kepunahannya adalah ketika daging merpati dikomersialisasikan sebagai makanan murah untuk
budak dan orang miskin pada abad ke-19, menyebabkan perburuan besar-besaran. "Martha" diketahui sebagai merpati penumpang terakhir di dunia yang meninggal pada tanggal
1 September 1914 di
Cincinnati, Ohio.
6. MOA Moa adalah burung asli
Selandia Baru yang tidak dapat terbang. Mereka unik karena tidak memiliki sayap, bahkan tidak memiliki sayak kecil. Limabelas spesies pada besar yang bervariasi, dengan yang terbesar,
moa raksasa (
Dinornis robustus dan
Dinornis novaezelandiae), mencapai tinggi sekitar 3.6
m dan berat 250
kg. Mereka adalah hewan
herbivora di ekosistem hutam Selandia Baru. Daun, ranting dan buah memainkan peran penting untuk makanan mereka.
Moa diburu oleh
elang Haast, elang terbesar di dunia yang juga telah punah. Kepunahan moa diakibatkan oleh perburuan dan pembersihan hutan oleh suku
Māori. Semua Moa diperkirakan tewas pada tahun 1500.
7. O‘ahu ‘Ō‘ō
O‘ahu ‘Ō‘ō (
Moho apicalis) adalah anggota
burung penghisap madu Hawaii yang telah punah yang masuk kedalam genus ‘Ō‘ō (
Moho). O‘ahu ‘Ō‘ō jantan mencapai panjang 30.5 sentimeter. Panjang sayap O‘ahu ‘Ō‘ō 10.5 sampai 11.4 sentimeter. O‘ahu ‘Ō‘ō wanita lebih kecil. Habitat O‘ahu ‘Ō‘ō terletak di hutan pegunungan di
O‘ahu. Ketika
John Gould pertama kali mendeskripsikan O‘ahu ‘Ō‘ō tahun
1860, burung ini sudah punah selama 23 tahun. Bukti terakhir adalah koleksi tiga burung oleh penyelidik alam
Ferdinand Deppe tahun
1837. Ia menemukan spesimen tersebut di bukit di belakang kota
Honolulu. Setelah survey yang dipimpin oleh
Robert C. L. Perkins gagal antara tahun 1880 dan 1890, burung ini dideskripsikan hampir punah. Kini terdapat tujuh spesimen di
Berlin,
London,
New York dan
Cambridge (Massachusetts). Akibat kepunahannya adalah karena datangnya
nyamuk, penghancuran habitat oleh ternak dan kambing, diserang tikus dan perburuan.
8. Parkit Carolina
Parkit Carolina (
Conuropsis carolinensis[1]) adalah stu-satunya spesies
parkit yang asli berasal dari
Amerika Serikat bagian timur. Binatang ini dulunya dapat ditemui di
Lembah Ohio sampai
Teluk Meksiko, dan tinggal di hitan tua sepanjang sungai. Parkit ini adalah satu-satunya spesies yang digolongkan ke dalam
genus Conuropsis. Binatang ini dijuluki
puzzi la nee ("kepala kuning") atau
pot pot chee oleh penduduk
Seminole dan
kelinky dalam bahasa
Chikasha (Snyder & Russell, 2002).
Spesimen liar terakhir dibunuh di Okeechobee County di
Florida tahun
1904, dan spesies terakhir yang ditangkarkan mati di Kebun Binatang
Cincinnati tahun
1918. Binatang ini merupakan spesimen jantan "Incas," yang mati sama dengan tahun pasangannya, "Lady Jane." Hal ini belum sampai tahun 1939, bagaimanapun, keristiwa ini menandai kepunahan Parkit Carolina.
Pada suatu hari antara tahun
1937 dan
1955, 3 parkit yang serupa dengan spesies ini terlihat dan direkam ketika berada di
Rawa Okefenokee,
Georgia. Namun demikian,
American Ornithologists' Union menyimpulkan setelah menganalisis film tersebut, bahwa mereka salah mengira karena yang terekam adalah Parkit biasa yang bebas, bukan Parkit Carolina. Laporan tambahan mengenai penemuan spesies burung ini masih sering muncul di Kota Okeechobee sampai akhir tahun 1920an, tetapi tidak didukung oleh penelitian dan pembuktian terhadap keberadaannya.
Spesies ini merupakan jenis burung
pengembara yang sangat langka di tempat-tempat tertentu yang jauh di utara hingga di
Ontario Selatan. Beberapa tulang, termasuk bagian
brutu ditemukan di
Situs Calvert di Ontario Selatan yang berasal dari Parkit Carolina. Kemungkinan sisa-sisa tersebut mengungkapkan bahwa bagian spesimen tertentu diambil dari Ontario Selatan untuk digunakan dalam upacara adat. (Godfrey 1986).
9. Pelatuk Raja
Pelatuk Raja (
Campephilus imperialis) adalah salah satu spesies
Burung pelatuk familia Picidae. Dalam kaitan kekerabatannya yang dekat dengan
Pelatuk Paruh Gading, burung itu kadang-kadang juga disebut "Paruh Gading Meksiko" namun nama ini juga digunakan untuk menyebut
Pelatuk Paruh Pucat. Jika binatang ini tidak
punah, binatang ini merupakan spesies burung pelatuk terbesar di dunia. Yang besarnya sekitar (60 cm/23 inci) dan burung yang menarik perhatian ini telah lama diketahui penduduk Meksiko asli dan disebut
cuauhtotomomi di
Nahuatl,
uagam oleh
Tepehuán, dan
cumecócari oleh
Tarahumara.
Burung jantan memiliki sebagian jambul berwarna merah, dan sebagian hitam, selain bagian paling utama, yang berujung putih, tambahan putih, dan pundak berwarna belang putih, tidak serupa dengan Pelatuk Paruh Gading karena tidak merata di seluruh lehernya. Burung betina tidak banyak berbeda, namun jambul seluruhnya berwarna hitam. Binatang ini pernah tersebar secara luas dan, sampai awal tahun
1950-an, jarang dijumpai di seluruh
Sierra Madre Barat,
Meksiko, dari barat
Sonora dan
Chihuahua menuju ke selatan sampai
Jalisco dan
Michoacan.
Saya merasa kecewa atas kepunahan burung-burung ini karena saya tidak dapat melihatnya langsung. Untuk itu alangkah baiknya kita mencegah kepunahan hewan-hewan dan tumbuhan lain agar tidak menglami kepunahan serta kelak dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya.
sumber: wikipedia